KETIKA MENGUNGKAP KEBENARAN BERUJUNG CACIAN dan PEMECATAN

KETIKA MENGUNGKAP KEBENARAN BERUJUNG CACIAN dan PEMECATAN

[PORTAL-ISLAM]
 Mantan Dubes RI untuk Polandia, Peter F. Gontha mengkritik BUMN yang selama 10 tahun terakhir dijadikan alat kekuasaan sehingga kondisinya saat ini ancur.

👇👇

KETIKA MENGUNGKAP KEBENARAN BERUJUNG CACIAN dan PEMECATAN.

BUMN seharusnya menjadi pilar strategis dalam pembangunan nasional—alat negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun kenyataannya, BUMN justru dijadikan alat kekuasaan, tempat distribusi jabatan bagi para loyalis, serta ruang gelap bagi praktik-praktik tidak etis yang dibungkus dalam kemasan prestasi semu, selama 10 tahun terakhir.

Perusahaan BUMN dari, infrastruktur, Pengolahan Sumberdaya alam, property, Konstruksi, pharmacy, keuangan, hingga anak-cucu perusahaan BUMN dijalankan dengan pola yang menyimpang. Gaji dan tantiem ditentukan tanpa dasar kinerja. Laporan keuangan direkayasa agar tampak selalu mencetak laba—padahal hanya memindahkan beban ke masa depan.

Di Garuda Indonesia, misalnya, PROJEKSI keuntungan dari layanan WiFi dibukukan sekaligus untuk 10–15 tahun ke depan. Kini, semua layanan itu terhenti. Angka-angka laba ratusan milyar, hanyalah fatamorgana dari sistem yang sedang sekarat.

Yang lebih menyedihkan, kementerian teknis yang seharusnya membina dan mengawasi BUMN justru kerap dipimpin oleh mereka yang lebih sibuk memikirkan kepentingan pribadi dan pencitraan politik ketimbang tata kelola dan keberlangsungan perusahaan negara. Kepemimpinan seperti ini melanggengkan budaya tidak sehat: menutup-nutupi kegagalan, menyingkirkan kritik, dan mengabaikan profesionalisme.

Mereka yang loyal dijadikan pimpinan/komisaris perusahaan andalan negri kita seperti TELKOM, PERBANKAN atau perusahaan Tambang yang sangat besar keuntungannya.
Bahkan undang-undang yang dengan tegas menyatakan bahwa pejabat kementerian tidak boleh merangkap jabatan di perusahaan BUMN pun dilanggar secara terang-terangan. Aturan yang seharusnya menjaga independensi dan mencegah konflik kepentingan itu dilabrak tanpa rasa bersalah, seolah hukum adalah alat fleksibel yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan politik sesaat.

Ketika upaya pembenahan dilakukan—termasuk membongkar berbagai kebobrokan mulai dari pengadaan pesawat yang sarat mark-up, skema remunerasi awak yang tak masuk akal, hingga restrukturisasi utang yang justru memberatkan BUMN perbankan dan mengancam sistem keuangan nasional—balasan yang diterima justru penyingkiran. Tidak diberi ruang untuk berdialog. Bahkan, kritik terhadap kerusakan tata kelola BUMN dibalas dengan cacian, termasuk dari pejabat tinggi seperti Ketua KPK. Sangat ironis ketika cacian bahkan ancaman itu datang dari lembaga yang seharusnya menjadi garda terdepan pemberantasan korupsi datang dari KPK.

Kondisi ini mencerminkan betapa rusaknya tata kelola BUMN saat ini. Kritik dianggap sebagai pembangkangan. Transparansi diperlakukan sebagai ancaman. Integritas dibungkam demi melindungi zona nyaman segelintir elite yang berlindung di balik kekuasaan.

Ini bukan soal kepentingan pribadi. Ini tentang tanggung jawab publik untuk menyelamatkan aset negara. Jika praktik seperti ini dibiarkan terus berlangsung, BUMN tidak akan pernah menjadi pilar ekonomi bangsa—melainkan menjadi sumber kebocoran keuangan yang merugikan rakyat banyak.

Sudah waktunya reformasi menyeluruh dilakukan. Tata kelola BUMN harus diaudit oleh pihak independen. Rekrutmen dan pengangkatan jabatan harus berbasis meritokrasi, bukan afiliasi politik. Laporan keuangan harus mencerminkan kenyataan, bukan manipulasi. Dan yang terpenting, mereka yang berani menyuarakan kebenaran harus dilindungi, bukan dibungkam atau disingkirkan.

BUMN bukan milik penguasa. Bukan milik partai. Bukan milik segelintir orang di balik meja kekuasaan.

BUMN adalah milik rakyat.

Kini, akhirnya melalui surat edaran yang beredar luas di masyarakat, ada pemerintahan yang berani berkata cukup. Yang berani menghentikan semua penyimpangan ini. Keberanian seperti ini pantas didukung, dijaga, dan dikawal bersama.

Semoga ini menjadi awal dari perubahan yang nyata, dan bukan sekadar simbol. Semoga BUMN kembali ke khitahnya: bekerja untuk rakyat, bukan untuk lingkaran kekuasaan.

(Peter F. Gontha)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Banner iklan disini
Tekan Tombol Close Untuk Menutup

Banner iklan disini